Tuesday, March 24, 2015

One Paragraph Story

Assalamualaikum...
Annyeong...
Ah entahlah sebenarnya saya ini ingin cerita apa. Jujur tulisan ini mungkin tidak mengandung unsur pengetahuan, info atau yang lain, melainkan boleh dikatakan cerita fiktif  hehehe...

Jadi ingat dulu jaman SMA saya suka menulis cerpen tapi tidak pernah ditayangkan, roman picisan ala anak ABG :D. Pas jaman kuliah masih mending pernah tayang di buletin fakultas. Pernah juga menulis novel sampai bab belasan sampai akhirnya hanya jadi draft di komputer sampai akhirnya komputernya dijual hahaha...

Kalau menulis cerita fiktif kadang saya merasa saat menulis tiap paragrafnya, saya merasa curcol, entah tentang cerita pribadi atau teman yang agak ditambah-tambahkan atau dimodifikasi biar menjadi cerita fiktif yang bisa diambil pelajarannya. Tapi memang tidak selalu mudah karena memang pada kenyataannya saya tahu bahwa tidak setiap cerita berakhir bahagia. Seperti drama Korea yang tidak selalu berakhir bahagia, Mi Rae yang akhirnya tidak memilih antara  Kim Shin atau See Joo, yaa sebenarnya saya ingin Mi Rae sama Kim Shin walau saya selalu tidak tega melihat wajah Yong Hwa (pemeran See Joo, red) kalau dia jadi second guy hahaha (lha kok jadi cerita drama Korea, gagal fokus ini namanya :D).

Baiklah kembali ke cerita fiktif. Ada kalanya sebuah mimpi ngaco siang haripun bisa menjadi cerita, dipermak sedikit ditambah nilai moral jadilah sebuah cerita. Tak perlu sepanjang cerpen atau setebal novel, meski hanya sebait sajak, selarik puisi atau separagraf kata kita bisa saja menghadirkan cerita fiktif dengan satu, dua atau beberapa pelajaran hidup. Yang penting kita tahu apa yang ingin kita sampaikan. Fokuskan pada obyeknya, tak perlu repot memikirkan apa yang menjadi properti atau siapa figurannya. Ambil apa saja yang bisa menjadi pendukung tokoh utama dan plot cerita.


Picisan! ah biarlah jika orang mengatakan picisan pada cerita pertama atau keduamu, yang perlu kita pahami bahwa setiap cerita mempunyai pesan, setiap tulisan membawa arti, info atau sekedar berbagi suka. Maka jangan pernah ragu untuk menulisnya. Bisa jadi uneg-uneg yang ingin ditumpahkan gagal dibagi karena memang kita tahu bahwa ada batasan dalam setiap curhat kita, dimanapun dan kepada siapapun itu, kecuali Allah tentunya. Kita sebenarnya bisa mengglobalkan masalah kita jika dirasa kurang arif jika menceritakan masalah pribadi pada orang lain. Atau dengan mengarang cerita fiktif yang mirip dengan yang kita alami jika kita tak ingin berbagi tanpa terbebani, yaahh... katakan saja cerita yang sempat dibaca atau ditonton. Kenapa? ini bisa meminimalisir kita agar tidak curhat di medsos dan sejenisnya. Tidak curhat dengan sembarang orang kecuali pada dia yang kita yakin dia tahu solusinya atau dia dekat dengan kita. Dan tidak pula curhat pada dia yang bukan mahram kita yang dapat memungkinkan adanya fitnah atau bahkan perasaan yang terlarang, yaa... you know lah kawans, beda jenis maksud saya, karena seperti pepatah jawa bilang "witing trisna jalaran saka kulina"  awal jatuh cinta karena terbiasa. Perlu diingat bahwa wanita adalah fitnah terbesar bagi lelaki, ini sudah dipesankan oleh baginda Rasul, dan lelaki memiliki tiga kelemahan yaitu harta, tahta dan wanita, maka menjaga kehormatan diri sendiri adalah wajib baik kita masih sendiri atau sudah berpasangan. Jangan sampai menjadi fitnah dan dosa bagi orang lain yaaaa...

Kemudian tentang menulis fiktif ini, eh.. saya baru sadar sudah terlalu panjang ya hehehe.. maafkan... Intinya bahwa setiap orang pasti ingin curhat tapi kita tahu banyak cara curhat yang tidak melampaui batasnya menjadi konsumsi publik, dan menulis itu salah satunya. Baik itu menulis sajak fiktif, puisi fiktif, cerpen fiktif, novel fiktif, atau curcol fiktif sama orang lain secara langsung. Pintar-pintar memilih dan merangkai kata lah ya. Baiklah cukup sekian saya ngelantur, silahkan mencoba semoga lega :D


No comments:

Post a Comment