Monday, May 16, 2016

Privasi vs Publikasi

Assalamualaikum...
Annyeong...

Nulis tentang privasi dan publikasi takkan jauh dari yang namanya media dan internet. Apalagi internet saat ini bukan lagi hal baru, bahkan bagi sebagian orang internet adalah sebuah kebutuhan. Ngomongin tentang internet, tentunya tidak lengkap jika kita tidak ngobrolin sosial media (lagi). Ada begitu banyak sosial media mulai dari Facebook (FB), Twitter, Pinterest, Link In, Path, Instagram, G+ , Foursquare, two, dll. Yang bahkan sampai BBM pun sekarang ini sudah hampir mirip dengan sosial media ketimbang aplikasi chatting

Sebenarnya jauh sebelum hadirnya sosial media macam Facebook dan Twitter, kita sudah mengenal Hi5, Friendster (FS) dll yang juga merupakan beberapa sosmed yang sempat ngehits di jamannya. Bukan hanya terkoneksi dengan teman-teman yang dikenal, bahkan saya dulu sempat punya teman dekat semacam pengganti korespondensi surat pos dari sosmed ini. Hanya saja karena perkembangan yang begitu cepat, mereka banyak ditinggalkan dan beralih ke sosmed lain yang menawarkan beragam fitur dan kemudahan akses. Namun apapun sosmednya, intinya mah sama aja, sharing!

source : google.com
Jika dulu kita main FS paling banter kita ngeblog, sharing foto, ngasih testimoni atau sekedar inbox dan chatting, jaman sekarang hampir semua sosmed memiliki layanan update status. Mulai dari yang bisa diketik semua yang pengen kita omongin, emoji warna warni, update lokasi dengan check in, update foto bahkan video dll, yang hampir bisa dikatakan semua aktivitas kita kalau mau diposting di sosmed pun bisa, dengan segala fasilitasnya. Tapi pertanyaannya, "emang mau hidup situ dari bangun tidur sampai tidur lagi diumumin ke khalayak ramai"? Eh tapi  emang ada lho fitur di salah satu sosmed itu yang menyediakan fitur sleep and awake buat ngasih tau ke dunia kalo saat itu kita mau tidur atau bangun. Gak penting banget kan masalah tidur aja diumumin, etapi saya salah satu mantan penggunanya dink, maklum pernah alay wkwkwk...

Bagi sebagian orang, keberagaman fitur ini menjadi surga karena mereka akan lebih mudah menyampaikan informasi atau artikel yang ingin mereka bagi melalui sosmed. Atau bagi yang memanfaatkan sosmed untuk mengembangkan jaringan dan berjualan, fitur semacam ini kadang memang sangat membantu dan bahkan mungkin dibutuhkan. Tapi bagaimana dengan sebagian orang yang hampir tak punyai tirai pembatas antara mana yang perlu dipublikasi dan mana yang harus tetap menjadi privasi? Mungkin timeline akan menjadi tempat curhat bagi dia, laporan langsung kegiatan dia bak sehari bersama selebritis, foto-foto selfie dia, atau yang paling parah adalah sumpah serapah dan makian dia untuk orang lain yang bisa jadi bermasalah dengan dia, Astaghfirullah...

Kalo misal sehari dua hari kayak gitu, mungkin pengguna lain hanya akan diam, tapi kalau misal keseringan? Duh, ga cuma pengen nge-unfoll tapi juga pengen nge-unfriend deh, kayaknya terhubung dengan dia di sosmed ga ada manfaatnya sama sekali. Bahkan silaturahmi yang sebelumnya ga ada masalah tiba-tiba jadi bikin renggang dan ilfil karena tingkah dan gaya dia dalam bersosmed.

Update status buat curhat sebenarnya bukan masalah, tapi kita juga harus pinter-pinter nyeleksi masalah mana yang bisa di share sehingga mampu mendatangkan pelajaran bagi orang lain atau masalah mana yang harus menjadi privasi karena bisa jadi dengan kita meng-update nya malah akan membuka aib kita sendiri atau bahkan orang lain. Hal ini akan beda lagi jika kita curhat misal masalah penipuan belanja online. Kalau seperti ini bahkan kita kudu nge-share, memberi info dengan jelas dan detil tentang tersangka agar tak ada lagi orang lain yang bernasib sama.

Tapi kalau misal yang dicurhatin malah masalah keluarga, entah sedang berantem atau sekedar pamer kemesraan di sosmed, kayaknya yang nulis status perlu diberi perhatian lebih deh. Karena dari beberapa artikel kesehatan yang pernah saya baca, banyak dikatakan seseorang yang lebih sering ngeksis di sosmed dengan segala keluh kesah dan curhatnya cenderung kurang mendapat perhatian dari orang-orang disekitarnya. Nah lho! Jadi inget jaman dulu masih suka selfie, suka update status sana sini, emang bener yang dikatakan, mungkin saya butuh sekedar pengakuan dan diperhatikan kalau saya ada melalui status-status saya. Lantas bagaimana kita bisa setidaknya mengerem hal tersebut?

foto sponsor :D
Dari pengalaman pribadi, cara paling ampuh yang pertama untuk menghindari hal tersebut adalah dengan mau lebih banyak/sering ngobrol dengan orang-orang disekitar kita, menjauhkan hp saat kita bersama keluarga dan lebih banyak meluangkan waktu untuk hal positif lain yang lebih produktif. Sebenarnya kalau kita mau seperti itu secara otomatis rintihan hati itu akan menjauh dari yang namanya kolom update status. Saat kita ada masalah biasanya kalau ada temen curhat, entah sahabat, orangtua atau pasangan maka kita akan curhat ke mereka, bukan hanya untuk sekedar "berteriak" namun juga lebih pada keinginan untuk diperhatikan dan dipeluk dari keterpurukan. Beda lagi saat kita tak punya orang yang bisa diajak bicara atau sekedar memperhatikan kita, maka serentetan tangisan dan curhatan bisa jadi membanjiri timeline sosmed untuk melegakan hati kita, bener kan?

Karena sebenarnya saat kita membutuhkan perhatian namun lari ke sosmed, kadang tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Maunya sih diperhatikan, eh ternyata bukan hanya membuka aib malah ada yang nyinyir. Ada loh kawans yang kayak gini, ada....

Tapi gimana kalo ternyata kita jauh dari keluarga atau sahabat? Telpon jendral! Kalo perlu video call deh, sekarang kan jamannya BBM, line, whatsapp, skype, masa iya jarak jadi hambatan. Jangan nunggu orang lain ngomentarin status kita baru kita mewek nangis bombay cerita. Hadeww...pliss deh!

Cara kedua adalah dengan memanfaatkan kolom status buat nge-share hal lain yang lebih positif. Misal info, artikel, karya kita dll. Bukan melulu harus tentang agama, kesehatan atau bahkan jualan. Banyak hal misal sebagai wanita kita berbagi resep, tips merawat rumah, parenting, drama korea (eh :p ), film, berbagi kisah teladan, menulis sejarah yang dikumpulkan dari berbagai sumber, info lowongan pekerjaan, info beasiswa, info pendidikan, dan masih buanyak yang lain. Bahkan hal remeh seperti nge-share gimana cara menyetting privasi di sosmed aja itu bisa jadi bermanfaat bagi yang lain. Ada buanyaaaakkk banget hal lain yang bisa kita bagi selain kehidupan pribadi dan masalah-masalah kita, coba melek lebih lebar buat melihat biar keliatan. Kalo mau curhat, sebulan sekali atau seminggu sekali atau dua hari sekali deh biar timeline ga penuh sama curhatan. Boleh-boleh aja koq curhat asal ga keterusan.

Begitu pula masalah selfie, kalo ngepost foto selfi sehari sekali atau dua kali mungkin oke lah. Lha tapi kalo baru buka instagram, dari timeline paling atas sampai paling bawah isinya satu orang selfie apa ga eneg pengen segera nge-unfoll tuh, ckckckc...ada makhluk Tuhan kayak gini, adaaa....kemudian saya unfoll, maafkan heuheueheu...

Mau foto selfie sampe jutaan foto silahkan tapi buat ngepost di sosmed yang bisa dikatakan masyarakat maya, yo jangan sampe semua-semuanya dunk, bisa sawanen yang liat :D

Berlaku pula untuk mereka yang jualan atau mungkin kampanye, ya jangan terus-terusan ngiklan lah. Jangan sampai timeline rusuh hanya karena postingan kita dengan hal-hal itu aja. Karena sejatinya sosmed itu penghubung dan penyambung silaturahmi, bukan hanya buat jualan atau kampanye saja. Kasian kan temen lain yang bisa jadi ketinggalan info hanya karena timeline ketutup dengan iklan jualan? 

Saya punya seorang teman baik, dia menjadikan sosmednya sebagai salah satu fasilitas berjualan buku dan mainan anak. Tapi dia berjualan dengan sangat elegan, patut diacungi jempol dan bener jika dia dapet reward jalan-jalan ke Korea dengan usahanya ini. Saat dia menggunakan sosmed dia memang jualan, tapi itu diimbangi dengan berbagai info dan tips bermanfaat yang dia bagi kepada audience. Maka siapapun takkan pernah menggerutu jika kadang kali ada iklan promo atau diskon dari produk jualannya, karena dia mendatangkan manfaat dengan pengetahuannya.

source : google.com
Lalu bagaimana dengan ibadah, kan ada tuh yang nyetatus atau check ini wara wiri tentang kegiatan ibadah mereka? Doakan segera insaf macam saya ini juga butuh doa agar segera insaf biar jadi orang  yang enggan membahas masalah ibadah di status sosmed wkwkwk... Karena ibadah itu privasi, urusan ridho, bukan urusan nama yang ujung-ujungnya jatuh pada riya' meskipun itu hanya sebesar atom, naudzubillah. Kalau mau dakwah pilihlah cara yang paling halus, jangan sampai membuat kita terlihat sombong, pamer atau bahkan menggurui.

Eh tapi ada juga lho yang bilang "my sosmed my rule". Itu ga salah koq, emang bener dunia kita harus sesuai dengan prinsip kita, tapi bukan berarti menolak mentah-mentah kritikan orang lain kan? Dia yang memberimu kritik, apalagi lewat jalur pribadi berarti mempunyai perhatian lebih terhadapmu yang bisa jadi ga diperhatikan orang lain. Hargai aja dan kalo perlu mungkin sedikit berkaca, bener ga sih yang dia katakan. Tapi kalo dia ngritiknya macam haters yang asal njeplak di depan umum yaaa... salam, dia mah niatnya ga ngritik tapi ngehina! Pasti semua bakal sakit hati kan kalo tau-tau ada yang nyinyir di status, sok-sokan ngritik tp aslinya ngece alias menghina. Kalo ketemu orang kek gini, udah deh black list bagi saya. Sama halnya saat kita tak ingin diperlakukan seperti itu, maka pesan sponsornya adalah: jangan seperti itu, mengkritiklah dengan cara elegan, kalo emang bahasannya sensitif mending di japri aja jangan koar-koar ceramah macam pak ustadz.

Jadi intinya, mari kita melek kembali agar bisa memilih dan memilah masalah mana yang butuh publikasi dan mana yang harus tetap menjadi privasi. Agar nyaman saat bersosialisasi dan berbagi di sosmed. Karena sosmed hanyalah media dan fasilitas, mau menjadi sesuatu yang bermanfaat atau tidak semua tergantung penggunanya. Wallahu'alam

No comments:

Post a Comment